JPRMI Karawang

Minggu, 12 Februari 2012

Sejarah dan Asal Usul Karawang

Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat (Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) Kerajaan Sunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara, ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, Kasultanan Cirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad XV-XIX M).
Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari Champa, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal ini menjadikan apabila Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut. Selain sebagian rawa-rawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa buku-buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum.
Sejak dahulukala, bila orang-orang yang bepergian akan melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan, mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau, Keledai. Demikian pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah dalam bahasa Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada disekitar muara Citarum sampai menjorok agak ke pedalaman sehingga dikenal dengan sebutan “ CARAVAN “ yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dari Pakuan Pajajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warunggede, Tanjungpura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh Talaga, Kawali, dan berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan Bojonggaluh.
Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama dengan luas Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada saat itu Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Setelah Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 M, pada tahun 1580, berdiri Kerajaan Sumedanglarang, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun, Putera Ratu Pucuk Umum (Disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri Keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon.
Kerajaan Islam Sumedanglarang pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 M, Prabu Geusan Ulum wafat digantikan oleh puteranya Ranggagempol Kusumahdinata, putera Prabu Geusam Ulum dari istrinya Harisbaya, keturunan Madura. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613-1645), Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasasi Pulau Jawa dan menguasai Kompeni (Belanda) dari Batavia.
Rangggempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumedanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengajui kekuasaan mataram. Maka pada tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan Kerajaan Sumdeanglarang dibawah naungan Kerajaan Mataram, Sejak itu Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”. Ranggagempol Kusumahdinata, oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati Wadana untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, sebelah Barat Kali Cisadane, dsebelah Utara Laut Jawa dan, disebelah Selatan Laut Kidul. Karena Kerajaan Sumedanglarang ada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya Karawang pun berada di bawah kekuasaan Mataram.
Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat; dimakamkan di Bembem Yogyakarta. Sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, putra Prabu Geusan Ulun, dari istri Nyimas Gedeng Waru dari Sumedang, Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang mestinya menerima Tahta Kerajaan. Merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten, untuk meminta bantuan Sultan Banten, agar dapat menaklukan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan Imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Sultan Banten. Sejak itu Banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah pimpinan Pangeran Pager Agung, dengan bermarkas di Udug-udug.
Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang, dilakukan Sultan Banten, bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut kembali Pelabuhan Banten, yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa.
Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu kota Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara melewato Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Karawang.
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug, mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di imbangi dengan kekuatan yang memadai pula.
Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu.
Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.
Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak diarahkan kepada misi berikutnya yaitu menjadikan Karawang menjadi “lumbung padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia, disamping mencetak prajurit perang.
Di desa Adiarsa, sangat menonjol sekali perjuangan keturunan Aria Wirasaba. Walaupun keturunan Aria Wirasaba oleh Belanda hanya dianggap sebagai patih di bawah kedudukan Bupati dari keturunan Singaperbangsa, tetapi ditinjau dari segi perjuangan melawan Belanda, pantas mendapat penghargaan dan penghormatan.
Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria Wirasaba II ditangkap oleh Belanda dan ditembak mati di Batavia, Kuburannya ada di Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta.
Putra Kedua Aria Wirasaba, yang bernama Sacanagara bergelar Aria Wirasaba III, berpendirian sama dengan Aria Wirasaba I dan II, tidk mau tunduk pada Belanda, serta tidak meninggalkan misi sesepuhnya, yaitu memajukan pertanian rakyat, irigasi dan syiar Islam.
Aria Wirasaba III meninggalkan kedudukannya sebagai patih, karena dirasakannya hanya menjadi jalur untuk menekan rakyatnya. Setelah wafat beliau dimakamkan di Kalipicung, termasuk desa Adiarsa sekarang.
KEMATIAN SINGAPERBANGSA
Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang memberontak Pemerintahan Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun Sunan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai pengganti almarhum Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi dengan perjuangan Ayahnya Sunan Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya.
Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap sebagai pembangkang ulama-ulama pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan Ayahnya Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I.
Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat Mataram marah besar. Tatkala Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin Natananggala, spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan Islam Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung.
Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintahan Amangkurat I dapat diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat Pemerintahan Mataram dapat dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia, meminta bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum meninggal, ia sempat melantik putranya yakni Amangkurat II.
Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia lebih cenderung meneruskan perjuangan ayahnya yakni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda, Ia tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat Laut Utara.
Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya, tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung terdahulu, bahwa Karawang dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang Batavia.
Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab kalau mengacu kepada Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara Singaperbangsa dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai Bupati di Tanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa kini Aria Wirasaba tidak masuk catatan Administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang.
Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang datang dari Belanda, yang menyatakan bahwa kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba. Sebaliknya kalau kita perhatikan sumber kekuasaan yang diterima kedua Bupati itu, yaitu Piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud Tahun Alip, sama sekali tidak menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “ Tapi dalam menyikapi hal ini, kita pun harus lebih arif dan bijaksana, karena setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah “ (Sumber Suhud Hidayat Dalam Buku Sejarah Karawang Versi Peruri Halaman 42-51).
Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala tentara kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat berjangkitnya Malaria dan kekurangan persediaan makanan.
Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun pesawahan, guna mendukung pengadaan logistic dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.
Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :
“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat.
Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai.
Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :
Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.
Sumber : http://www.karawangkab.go.id
http://karawangonline.com/sejarah-karawang.html

Rapat Kerja Wilayah JPRMI Jawa Barat

Rapat Kerja Wilayah JPRMI Jawa Barat di Bandung, tepatnya di PUSDAI pada hari Sabtu-Ahad, tanggal 11-12 Februari 2012. Perwakilan dari Karawang adalah Ketua PD JPRMI Karawang Arif Hidayat dan Sekretaris PD JPRMI Karawang M. Ruswandi.

SBM Solusi Pendidikan Alternatif

Jakarta, Jaringan Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (JPRMI) menilai maraknya aksi tawuran antar pemuda akhir-akhir ini salah satunya disebabkan terputusnya upaya pembinaan kerohanian Islam.
"Ketika tahun 1992 tawuran ramai, kemudian ketika tahun 1996 banyak pembinaan di kerohanian Islam dilakukan. Waktu itu dari Pemda DKI tawuran mereda, 2004-2006 pembinaan selesai tawuran ramai lagi," papar Ketua Umum JPRMI, Otong Sumantri, kepada media di Jakarta, Minggu (31/7/2011).
Otong mendapati kenyataan bahwa sebagian besar pemuda yang terlibat tawuran di masa kecilnya pernah mengenyam Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA).
Sayang di usia yang belum sepenuhnya matang, kata Otong, pembinaan kerohanian Islam tersebut harus berakhir. Padahal idealnya, pembinaan ini terus mengawal pribadi si anak sampai dirinya cukup dewasa.
"Pembinaan ini tidak boleh terputus, sampai dia bisa menentukan arah hidupnya sendiri," tegasnya.
Jika tidak, terang Otong, pembinaan yang terputus di fase anak yang belum matang ini bisa berdampak menyerang balik si anak.
Setelah lulus, lanjutnya, si anak akan sulit kembali ke TPA karena sudah dilabel lulus TPA. Hal ini diperparah jika si anak tidak memiliki keluarga yang bisa jadi tempat yang nyaman baginya.
Anak yang bingung kemana dia harus menuju dan berlabuh pada lingkungan di sekitarnya, di mana ada pengaruh komunitas teman sebaya yang cukup kuat di sana. Dari sanalah, anak mungkin mulai belajar bagaimana 'turun ke jalan'.
"Itulah yang jadi guru mereka seterusnya," ujarnya.
JPRMI sendiri, kata Otong, tengah berupaya melanjutkan kembali pembinaan kerohanian Islam di kalangan pemuda. Di antaranya, dengan membuat Sekolah Berbasis Masjid (SBM).
"Itu kan sekolah pasca-TPA sampai usia SMA, sehingga yang seperti itu selesai," katanya.
Sekolah berbasis masjid ini, lanjutnya, sudah dijalankan di beberapa lokasi di Jakarta, seperti di Sunda Kelapa dan masjid Cinere Depok. Selain itu, Otong juga mengimbau warga masyarakat agar menggiatkan kembali kegiatan remaja masjid di daerah, utamanya yang rawan tawuran.
"Jika pembinaan tersebut berjalan, itu akan hilang sendiri. Kita akan optimalkan untuk jadi fasilitator," terangnya. 
http://www.sapujagat.grandong.com/2011/07/jaringan-pemuda-dan-remaja-masjid.html
http://jprmi.or.id/mnu-lembaga/mnu-sbm/item/113-sbm-solusi-pendidikan-alternatif

Jupe Bangun Masjid di Karawang

Kemarin (29/06/2011), Julia Perez pergi ke Karawang untuk merayakan peringatan hari Isra Mi’raj. Bersama rombongan artis lainnya, Jupe datang mengenakan pakaian serba tertutup mengunjungi daerah terpencil di Karawang menyantuni anak yatim dan mendirikan masjid.
Bagi Jupe yang memiliki honor tinggi, beramal merupakan salah satu kegiatan rutin yang ia lakukan. Bahkan ia pun rela menolak tawaran kerja di hari raya tersebut demi mewujudkan keinginannya memberikan hawa segar bagi penduduk di daerah terpencil tersebut.

"... aku dulu juga dari keluarga yang tidak mampu"

“Alhamdulillah Jupe, kita mau bangun masjid, disponsori Jupe,” ucap Ageng Kiwi yang juga menemani pedangdut yang hits dengan lagu belah Duren itu.
Perjalanan Jupe dengan rombongan artis lainnya dilanjutkan dengan mengunjungi rumah sederhana milik salah seorang penduduk. Kabarnya, pemilik rumah tersebut lemas tak berdaya akibat penyakit stroke yang dideritanya. “Kita sudah berada di rumahnya,” ucap Jupe sesampainya di kediaman Ibu Popon.
Nggak disangka, kedatangan Jupe disambut dengan isak tangis si pemilik rumah. Rasa haru yang dirasakannya meledak begitu melihat sosok Jupe yang banyak diidolakan orang datang mengunjunginya untuk memberikan santunan, “kaget tadi Jupe pengin ke sini,” ucap Ibu Popon sambil menangis.
Meski Jupe kini hidup bergelimang harta, namun ia tetap menunjukkan kepeduliannya kepada sesama. Pengalaman hidupnya yang dulu pernah mengalami masa sulit, diakui Jupe sebagai pelajaran berarti untuk menjadi pengingat agar ia tak besar kepala.
“Ya, pasti aku bersyukur, karena aku dulu juga dari keluarga yang tidak mampu,” pungkas Jupe.
Dibalik kehidupan glamour yang dimiliki Jupe, namun ia tetap menjadi sosok yang low profile. Pemain dilm Arwah Hantu Goyang Karawang ini bahkan sampai rela menolak tawaran kerja dengan bayaran mahal untuk memberikan bantuan amal kepada orang yang kurang mampu. (cumicumi@Zhr)

Sumber; http://www.cumicumi.com/posts/2011/06/30/21194/26/jupe-bangun-masjid-di-karawang.html

Ribuan santri Karawang ikuti sarasehan cinta tanah air


Karawang, NU Online
Ribuan santri dan warga sekitar Kabupaten Karawang, Jawa Barat, bersama Konsorsium Pesantren Indonesia menggelar sarasehan nasional cinta Tanah Air, di Pondok Pesantren Nihayatul Amal, Kamis.

Pendiri Konsorsium Pesantren Indonesia, Prof Dr Achmad Mubarok pada acara itu di Karawang, mengatakan, pihaknya telah membangun jaringan hampir 9.200 pesantren yang tersebar di Indonesia, dengan sebutan Konsorsium Pesantren Indonesia.

Tujuan dibangunnya jaringan pesantren itu ialah untuk mengampanyekan sekaligus mensosialisasikan semangat cinta Tanah Air kepada seluruh warga negara Indonesia. Selain itu, juga dalam rangka menghidupkan kesadaran bernegara dan berbangsa.

"Jaringan pesantren dibangun, agar orang-orang di kalangan pesantren mampu mengantarkan bangsa Indonesia menembus globalisasi menuju bangsa yang bermartabat," kata dia.

Wakil Bupati Karawang Cellica Nurachadiana, mengaku sangat menyambut baik terselenggaranya sarasehan nasional cinta tanah air tersebut.

Sebab, kata dia, kondisi saat ini banyak anak-anak dan juga generasi muda yang sudah terkikis rasa cinta Tanah Airnya.

Ia berharap kegiatan tersebut mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa Indonesia, menghargai jasa-jasa para pahlawan bangsa yang telah gugur memperjuangkan jiwa dan raga demi kemerdekaan.

Kegiatan itu sendiri diikuri ribuan santri dan warga Karawang, serta dihadiri Ketua DPRD Karawang Tono Bactiar, Kapolres Karawang AKBP Merdisyam, dan sejumlah unsur Muspida Karawang lainnya.


Redaktur: Mukafi Niam
Sumber   : Antara
http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/1/35934/Warta/Ribuan_santri_Karawang_ikuti_sarasehan_cinta_tanah_air.html

Sabtu, 28 Januari 2012

Masyarakat Karawang-Bekasi Peroleh Mushaf Masjid Al Aqsha

Belum semua masyarakat Indonesia mengetahui masjid Al-Aqsha, walaupun nama masjid Al-Aqsha sudah sering disampaikan penceramah, khususnya ketika memasuki bulan Rajab dengan peristiwa yang sangat monumental yaitu Isra’ dan Mi’raj nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di dalam Al-Quran, kata masjid Al-Aqsha masih tercantum dan tidak berobah sedikitpun, kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Isra’ ayat pertama.
Jika kita melihat realita yang terjadi, masih kita jumpai di tengah masyarakat, ada yang kurang peduli terhadap kondisi masjid Al-Aqsha, yang saat ini masih dikuasai zionis Israel. Bahkan zionis Israel ingin menggantinya dengan Sinagog (tempat ibadah) Yahudi banyak yang tidak mengetahui.
Karena iman dan kepedulian serta kecintaan terhadap masjid Al-Aqsha, maka KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina) berupaya menginformasikan sekaligus menjelaskan kepada masyarakat tentang kondisi masjid Al-Aqsha terkini.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan silaturrahim dan kunjungan langsung kepada masyarakat, terutama sekali masyarakat pedesaan yang masih belum mengetahui kondisi masjid Al-Aqsha dan penderitaan rakyat Palestina.
Dalam kunjungan silaturrahim tersebut, pengurus KISPA selain melakukan ceramah dan dialog juga mendistribusikan Mushaf Masjid Al-Aqsha.
Mushaf Masjid Al-Aqsha merupakan amanah dari muakif (orang yang mewakafkan) yang harus disampaikan kepada kaum muslimin, khususnya para santri pondok pesantren Tahfizh, Taman Pendididkan Al-Qur’an (TPA), Majelis Ta’lim, masjid dan mushola.
Desember tahun 2011, pengurus KISPA mengunjungi beberapa tempat di Bekasi dan Karawang, tepatnya: Masjid Jami As Syafa'ah, Kampung Pamahan, Desa Sumber Urip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. YPI Dar El Shofwah Pisangan, Desa Karangpatri, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Mushola Jannatul Khair, Desa Pisang Sambo, Kecamatan Tirta Jaya, Dusun Malaka 1 RW 05, Karawang Barat, Jawa Barat.
Dalam kunjungan yang penuh keakraban dan diliputi rasa ukhuwah, pengurus KISPA disambut dengan baik oleh warga dan tokoh masyarakat. Walaupun sebelumya kami tidak saling mengenal bahkan belum pernah bertemu, Alhamdulillah dengan sebab program Wakaf Quran: Mushaf Masjid Al-Aqsha, kita dapat bertemu dalam majlis yang mulia, kata ustadz Ferry Nur.
Lebih lanjut ustadz Ferry Nur, Ketua KISPA, berpesan kepada mereka yang mendapatkan Mushaf Masjid Al-Aqsha, agar senantiasa membaca Al-Qur’an setiap hari dan juga terjemahannya. Serta tidak lupa mendoakan masjid Al-Aqsha agar Allah lindungi dari dari konspirasi jahat para penjajah perampok.
Diakhir kunjungan dan silaturrahim di Bekasi dan Karawang, ustadz. Ferry Nur dan pengurus KISPA bersama masyarakat foto bersama, sebagai kenang-kenangan indah dalam berukhuwah, serta pemberian Kalender KISPA 2012 / 1433. (fn)
 Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/info-umat/masyarakat-bekasi-karawang-peroleh-mushaf-masjid-al-aqsha.htm

Karawang Bangun Masjid Senilai Rp 3,2 Miliar

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG - Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, akan membangun masjid yang berlokasi di kompleks pemerintah daerah setempat dengan alokasi anggaran sebesar Rp 3,2 miliar.
"Pembangunan masjid akan dimulai hari ini dan direncanakan selesai selama 300 hari ke depan," kata Sekretaris Dinas Cipta Karya Karawang, Ruskandar, di sela kegiatan peletakan batu pertama masjid Pemkab Karawang, Kamis.
Dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,2 miliar, maka masjid yang akan dibangun itu diperkirakan akan cukup megah dan representatif. Masjid tersebut dibangun di atas lahan seluas 600 meter persegi.
Untuk tempat wudhu pada masjid itu menggunakan lahan seluas 45 meter kubik. Tinggi menara 23 meter, dengan dihiasi empat kubah utama pada setiap sudutnya.
Bupati Karawang, Ade Swara, melakukan peletakan batu pertama masjid tersebut. Dia mengaku bersyukur menyusul dimulainya proses pembangunan masjid tersebut. Sebab, rencana pembangunan masjid itu sudah cukup lama tersendat.
Menurut dia, keberadaan masjid di lingkungan Pemkab Karawang sangat penting. Karena, mayoritas pejabat dan pegawai Pemkab Karawang merupakan umat Islam.
"Mudah-mudahan pembangunan masjid ini berjalan lancar. Kalau bisa, penyelesaian pembangunannya lebih cepat," kata bupati.
Akibat pembangunan masjid yang sudah lama tersendat hingga lebih dari setengah tahun tersebut, aktivitas shalat di lingkungan Pemkab Karawang dialihkan ke aula pemerintah daerah setempat. Itu termasuk aktivitas shalat Jumat digelar di aula tersebut.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/12/01/lvj7ko-karawang-bangun-masjid-senilai-rp-32-miliar
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Jprmi Pusat